Kamis, 03 Januari 2019

PETANI DAN PANDANGAN MAHASISWA

PETANI DAN PANDANGAN MAHASISWA

Jika kita bertanya pada kebanyakan pemuda mengenai jabatan seorang petani, kebanyakan dari mereka pasti akan menjawab bahwa bertani adalah pekerjaan yang melelahkan, pekerjaan yang banyak menguras tenaga dan semisalnya yang menggambarkan bahwa petani itu bukan sesuatu profesi yang menyenangkas. Ini menjadi tantangan pertanian kita di masa depan.
Jika kita kembali melirik sejarah sebelum abad ke-20, kebanyakan pemuda lebih tertarik pada profesi tani ketimbang memilih sebagai pekerja kantoran. Sehingga sampai sekarang pun kita bisa melihat orang-orang tua kita, ada yang lulus SD, SMP, dan SMA hanya berprofesi sebagai petani. Profesi petani merupakan profesi yang sangat dibutuhkan dalam suatu negara. Sektor pertanian menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan nasinal terutama dalam penyediaan pangan untuk menunjukkan ketahanan pangan nasional. Para petani menghasilkan berbagai kebutuhan primer manusia, diantaranya adalah penyediaan bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Meskipun dianggap memiliki peran penting, tidak banyak orang atau pemuda secara khusus tertarik pada profesi satu ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah petani mengalami penurunan selama tahun 2003 hingga tahun 2013. Jumlah petani pada tahun 2003 sebanyak 10.822.510 petani, sedangkan pada tahun 2013 menurun menjadi 9.809.460 atau sekitar 9% dari tahun 2003. Usia petani juga lebih didominasi oleh kalangan usia tua. Tercatat bahwa jumlah keseluruhan kelompok umur produktif (15-64) sebanyak 880.870 rumah tangga. Dari jumlah keseluruhan tersebut, kelompok usia tani di dominasi oleh kelompok umur 35-44 tahun, yaitu 268.932 rumah tangga. Sedangkan jumlah petani kelompok umur 45 tahun ke atas sebanyak 464.129 rumah tangga. Dari sekian data-data tersebut, penurunan terjadi secara terus menerus dari tahun 2003 hingga tahun 2013.
Banyak faktor yang membuat pemuda tidak berminat untuk menjadi petani. Salah satunya adalah tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu lahan pertanian sama besarnya. Namun, keberhasilan panen hanya memberi keuntungan yang minim. Setiap bulan, petani harus mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 2,5 juta, di tambah biaya hidup paling sederhana setiap bulannya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta. Hal ini tidak sebanding jika panen mengalami kegagalan, sehingga kerugian dari petani lebih besar lagi. Oleh karena itu,  banyak petani yang memilih menjual lahan pertaniannya kepada orang lain. Kebanyakan petani akan bertahan ketika prospek hasil pertanian bagus. Namun, perlu disadari bahwa butuh modal yang besar untuk menjalankan proses pertanian, yang jika kita bandingkan dengan tingkat kegagalan tidak akan sesuai antara modal yang dikeluarkan dengan penghasilan yang diperoleh.
Minat dan partisipasi generasi muda menurun karena suatu penyebab, misalnya anggapan bahwa profesi petani tidak mmampu menopang masa depan, akses lahan dan modal terbatas, dan minimnya dukungan lain bagi generasi muda. Selain itu, banyak juga kendala yang dihadapi generasi muda dalam pertanian, misalnya terbatasnya akses lahan, sedikitnya akses pelayanan financial, minimnya akses terhadap pasar, dan teknologi baru untuk berpartisipasi dalam mendukung pertanian. Minat seseorang dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan, tingkat ekonomi, status sosial, dan pengalaman (Mappiare, 1982).

0 comments:

Posting Komentar