PETANI DAN PANDANGAN MAHASISWA
PETANI DAN PANDANGAN MAHASISWA
Jika kita
bertanya pada kebanyakan pemuda mengenai jabatan seorang petani, kebanyakan
dari mereka pasti akan menjawab bahwa bertani adalah pekerjaan yang melelahkan,
pekerjaan yang banyak menguras tenaga dan semisalnya yang menggambarkan bahwa
petani itu bukan sesuatu profesi yang menyenangkas. Ini menjadi tantangan
pertanian kita di masa depan.
Jika kita
kembali melirik sejarah sebelum abad ke-20, kebanyakan pemuda lebih tertarik
pada profesi tani ketimbang memilih sebagai pekerja kantoran. Sehingga sampai
sekarang pun kita bisa melihat orang-orang tua kita, ada yang lulus SD, SMP,
dan SMA hanya berprofesi sebagai petani. Profesi petani merupakan profesi yang
sangat dibutuhkan dalam suatu negara. Sektor pertanian menjadi salah satu
komponen yang sangat penting dalam pembangunan nasinal terutama dalam
penyediaan pangan untuk menunjukkan ketahanan pangan nasional. Para petani
menghasilkan berbagai kebutuhan primer manusia, diantaranya adalah penyediaan
bahan pangan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Meskipun dianggap memiliki
peran penting, tidak banyak orang atau pemuda secara khusus tertarik pada
profesi satu ini.
Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan, jumlah petani mengalami
penurunan selama tahun 2003 hingga tahun 2013. Jumlah petani pada tahun 2003
sebanyak 10.822.510 petani, sedangkan pada tahun 2013 menurun menjadi 9.809.460
atau sekitar 9% dari tahun 2003. Usia petani juga lebih didominasi oleh
kalangan usia tua. Tercatat bahwa jumlah keseluruhan kelompok umur produktif
(15-64) sebanyak 880.870 rumah tangga. Dari jumlah keseluruhan tersebut,
kelompok usia tani di dominasi oleh kelompok umur 35-44 tahun, yaitu 268.932
rumah tangga. Sedangkan jumlah petani kelompok umur 45 tahun ke atas sebanyak
464.129 rumah tangga. Dari sekian data-data tersebut, penurunan terjadi secara
terus menerus dari tahun 2003 hingga tahun 2013.
Banyak faktor
yang membuat pemuda tidak berminat untuk menjadi petani. Salah satunya adalah
tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu lahan pertanian sama besarnya. Namun,
keberhasilan panen hanya memberi keuntungan yang minim. Setiap bulan, petani
harus mengeluarkan biaya produksi sebesar Rp 2,5 juta, di tambah biaya hidup
paling sederhana setiap bulannya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta. Hal
ini tidak sebanding jika panen mengalami kegagalan, sehingga kerugian dari
petani lebih besar lagi. Oleh karena itu, banyak petani yang memilih
menjual lahan pertaniannya kepada orang lain. Kebanyakan petani akan bertahan
ketika prospek hasil pertanian bagus. Namun, perlu disadari bahwa butuh modal
yang besar untuk menjalankan proses pertanian, yang jika kita bandingkan dengan
tingkat kegagalan tidak akan sesuai antara modal yang dikeluarkan dengan penghasilan
yang diperoleh.
Minat dan
partisipasi generasi muda menurun karena suatu penyebab, misalnya anggapan
bahwa profesi petani tidak mmampu menopang masa depan, akses lahan dan modal
terbatas, dan minimnya dukungan lain bagi generasi muda. Selain itu, banyak
juga kendala yang dihadapi generasi muda dalam pertanian, misalnya terbatasnya
akses lahan, sedikitnya akses pelayanan financial, minimnya akses terhadap
pasar, dan teknologi baru untuk berpartisipasi dalam mendukung pertanian. Minat
seseorang dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan, tingkat ekonomi, status
sosial, dan pengalaman (Mappiare, 1982).
0 comments:
Posting Komentar