BEDAH BUKU “SOKOLA RIMBA”
Pengarang : Butet
Manurung
Pemantik :
Abdul Masli
Sokola Rimba
“Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba” sebuah buku yang
mengisahkan seorang pengajar di Suku Anak Dalam di Pedalaman Jambi. Pengisahan yang
dinarasikan sendiri oleh sang pengajar tersebut ialah Saur Marlina Manurung
atau lebih dikenal sebagai Butet Manurung. Berawal
dari kecintaannya pada alam, butet memilih untuk mendedikasikan dirinya di
hutan belantara Bukit Dua Belas, Provinsi Jambi dan meninggalkan kehidupannya
di kota. Beberapa rekan dari butet sendiri sempat membuat butet menjadi
pesimis. Namun, semangat yang berkobar dalam diri butet mampu mematahkan itu
semua. Butet berangkat dari ketidaktahuan mencoba mengenal orang rimba secara
lebih dalam dengan cara tinggal dan hidup ditengah-tengah mereka.
Kelompok orang rimba tersebar di kawasan
bukit dua belas yang luasnya lebih dari 60.000 hektar. Bukit ini dipercayai
sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa, setan maupun jin. Wilayah ini terdiri
ada 3 Kabupaten (Batang Hari, Muaro Tebo, Sarolangun) dan dihuni sekitar 11
temenggung (kelompok orang rimba). Masing-masing kelompok terdiri dari beberapa
keluarga yang selalu berpindah-pindah. Orang rimba hidup dari alam, dan
memanfaatkan seluruh potensi alam untuk menyokong kebutuhan hidup mereka.
Mereka senantiasa hidup berdampingan dengan alam dan menggunakan sumberdaya
secukupnya. Sistem barter masih berlaku ditengah kelompok orang rimba, tetapi
beberapa hasil hutan seperti rotan dan madu terkadang dijual ke pasar desa.
Hanya saja orang rimba masih sering tertipu, hasil penjualan produk mereka
tidak sebanding dengan jumlah tetes keringat yang mereka keluarkan.
Masli,
sebagai pemantik bedah buku “Sokola Rimba” (April,25, 2018) menjelaskan bahwa definisi
sekolah bagi orang rimba ialah membawa wabah penyakit. Hal ini karena,
Tumanggung (Kepala Adat) di suku tersebut merasa takut jika ada sekolah maka
orang rimba tersebut akan didesakan dan merasa takut jika anak-anak rimba
menjadi pintar baca tulis, maka akan meninggalkan tempat tersebut.
Salah satu pelajaran besar yang dapat
dipetik dari buku ini ialah Tanggung jawab. Butetberani mengambil segala risiko
demi memberikan pendidikan dan pelatihan kepada orang rimba, sekalipun
meninggalkan kehidupannya di kota. Butet berusaha membuat masyarakat adat
menjadi mandiri, memahamkan “orang luar” kepada orang rimba agar mereka bisa
membantu orang luar memahami mereka. Hal ini supaya lembaga-lembaga di sekitar
masyarakat adat yang berkepentingan atau yang bekerja untuk masyarakat adat missal
Universitas, Lembaga Swadaya Masyarakat setempat dan perusahaan dapat memahami
masyarakat adat.
- Divisi Kajian UKM KPI Unhas
|
0 comments:
Posting Komentar