Selamat Datang di Website Resmi
UKM KPI Unhas

UKM KPI Unhas merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di Universitas Hasanuddin yang bergerak di bidang Keilmuan dan Penalaran

Visi Misi

VISI

Wadah pengembangan budaya ilmiah

MISI

1. Membina mahasiswa Universitas Hasanuddin menjadi mahasiswa yang memiliki karakter berpikir ilmiah, mandiri, spesialis, dan berwawasan global

2. Mengembangkan potensi keilmuan mahasiswa

3. Mendorong terwujudnya Tri Dharma Perguruan Tinggi

Pengurus

SUSUNAN PENGURUS KABINET CENDEKIA

Postingan

Postingan Terakhir

[RESUME] OPTIMALISASI DAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN TERLUAR, TERDEPAN, TERTINGGAL (3T) DALAM MENDUKUNG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJMN) TAHUN 2025

OPTIMALISASI DAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN TERLUAR, TERDEPAN, TERTINGGAL (3T) DALAM MENDUKUNG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL (RPJMN) TAHUN 2025

(Resume Seminar Nasional INOVASI UKM KPI UNHAS)
Baruga A. P. Pettarani UNHAS MAKASSAR, 29 Oktober 2017

BERDAMPINGAN. Ketiga pemateri, Nur Agis Aulia (Founder Banten Bangun Desa), Indah Putri Andriani (Bupati Luwu Utara) dan Andi Iqbal Parewangi (Anggota DPD-RI) berfoto bersama setelah membawakan materi pada Seminar INOVASI 2017.

            Pengembangan kawasan terluar, terdepan dan tertinggal (3T) menjadi salah satu fokus pemerintah belakangan ini. Pengembangan kawasan 3T dinilai akan berdampak pada kemajuan bangsa. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memajukan ketiga kawasan tersebut sebagaimana dapat kita lihat pada program-program pemerintah, khususnya kementerian desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi.
            Unit Kegiatan Mahasiswa Keilmuan dan Penalaran Ilmiah Universitas Hasanuddin (UKM KPI UNHAS) memandang bahwa percepatan pengembangan kawasan 3T dapat dilakukan dengan optimalisasi dan inovasi sumberdaya lokal yang dimiliki oleh kawasan tertinggal tersebut. Dilatarbelakangi oleh hal itu, UKM KPI UNHAS menyelenggarakan seminar nasional, INOVASI dengan mengangkat tema “Optimalisasi dan Inovasi pengembangan kawasan terluar, terdepan, tertinggal (3T) dalam mendukung rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJMN) tahun 2025”
            Hadir sebagai pembicara pada seminar nasional ini, A. M. Iqbal Parewangi (Anggota DPD Republik Indonesia), Hj. Indah Putri Indriani (Bupati Luwu Utara), dan Nur Agis Aulia (Founder Banten Bangun Desa), ketiga pembicara menyampaikan gagasan dan solusi terkait dengan kawasan 3T sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya masing-masing, sebagaimana akan dijelaskan berikut ini:
            “Bung Hatta pernah menyatakan bahwa Indonesia itu, obornya ada di Jakarta. Tetapi obor itu tidak cukup untuk menerangi seluruh Indonesia. Olehnya itu, kita perlu menyalakan lilin-lilin, dan lilin lilin itu ada di daerah-daerah. Lilin-lilin itu hanya bisa menyala dengan adanya inovasi-inovasi, bukan hanya dari pemerintah daerah tetapi juga seluruh anak negeri.” Demikian pentingnya pengembangan kawasan 3T menurut Hj. Indah Putri Indriani, Bupati Luwu Utara, bupati yang telah membangun daerahnya dan melepaskan predikat ‘daerah tertinggal’ kabupaten yang dipimpinnya
             Berbicara tentang kawasan 3T, problem terbesarnya sampai saat ini bukanlah masalah pendanaan, sebab ada begitu besar dana yang dialirkan ke pedesaan atau kawasan 3T tetapi masalah terbesar ketertinggalan kawasan 3T sekarang ini adalah kurangnya sumberdaya manusia yang memadai yang ada di kawasan 3T untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada di daerahnya. Sarjana muda yang berasal dari kawasan 3T setelah menyelesaikan pendidikannya, tidak lagi ingin kembali ke daerahnya masing-masing. Hal ini mengakibatkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang ada di pedesaan.
            Kondisi kurangnya sumberdaya manusia yang berkualitas di kawasan 3T perlu disikapi dan disadari oleh semua kalangan, khususnya generasi muda yang telah menyelesaikan pendidikannya di perkotaan untuk kembali mengabdikan diri di kawasan 3T. Bukan berarti bekerja di perkotaan itu adalah sebuah kesalahan, tetapi pembagian antara tenaga kerja berkualitas (dengan parameter pendidikan) di pedesaan dan perkotaan (3T) harus proporsional. Nur Agis Aulia adalah salah satu contoh sarjana muda yang kembali ke desanya di Banten dan mengembangkan potensi sumberdaya yang ada di daerahnya dalam bidang pertanian dan peternakan. Untuk diketahui, sebelum menyelesaikan pendidikannya dengan predikat cumlaude Nur Agis Aulia telah diterima untuk bekerja di sebuah BUMN, tetapi tawaran pekerjaan itu ditolaknya dan lebih memilih kembali ke daerahnya dan menjadi petani dengan omzet lebih dari 2 miliar setiap tahunnya. Intinya kata Nur Agis Aulia, inovasi dan aksi nyata dari generasi muda sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan 3T.
            Selain itu, pemerintah pusat juga harus menetapkan kebijakan yang tepat dalam menyelesaikan persoalan keterbelakangan kawasan 3T. Salah satunya menurut A. M. Parewangi adalah meng-otonomi khusus-kan semua daerah di Indonesia. Selain itu, setiap daerah harus mampu melakukan diplomasi alah Papua. Diplomasi khas Papua, adalah diplomasi yang didasarkan pada kata “merdeka”. Diplomasi alah Papua adalah diplomasi yang diikuti oleh tiga diskripsi. Teman-teman Papua sangat piawai berbicara dengan tiga hal, yaitu kami miskin, kami bodoh, kami tertinggal dan lalu untuk itu melakukan diplomasi merdeka dan untuk itu sebagai balasaanya diperolehlah 8 Triliun setiap tahunnya.

            Pada akhirnya, regulasi yang baik, dana yang memadai, inovasi dari pemerintah daerah, hanyalah penopang semata, karena kunci pengembangan kawasan 3T adalah ide, inovasi dan aksi nyata dari generasi muda terbaik, yang dimiliki oleh bangsa ini. Generasi muda? Mari beraksi!